ngapain aja sih

jadi kamu mengejar, atau dikejar?

Setiap hari, selalu ada saja prioritas dalam hidup, check box yang menunggu untuk dicentang, hal yang harus dirapikan dan masalah yang harus diselesaikan. Seluruh tenaga digunakan untuk berpikir di luar kotak, mencari sebuah solusi efisien nan elegan. Tapi apa betul manusia hanya hidup untuk menjadi interdependen dengan sekelilingnya?

Bayangkan dari sibuknya mengejar deadline tiap hari dengan menggunakan internet dan listrik suatu saat diambil dalam sekejap. Apakah pekerjaanmu mendefinisikan jati dirimu? atau jati dirimu yang mendefinisikan pekerjaanmu?

Kala itu deadline foto pre wedding seorang client sudah terlambat satu hari, seperti biasa saya di marahi bos saya karena tidak sesuai deadline. Alasan “mandek kreatifitas” menjadi solusi. “Belum dapet mood (suasana dalam gambar) yang bagus ni buat mas ini nih”. Sampai akhirnya terpaksa meniru mood dari produksi lain. Sampai pada suatu masa dimana seluruh foto selesai di edit harus di render dan, mati lampu.

Sebagai seorang yang berat di otak kiri saya memikirkan 3 solusi. Saya ke warkop langganan saya dimana ada pasokan listrik yang memadai dan internet yang lebih dari cukup kecepatannya untuk upload, atau ke lab komputasi dimana semuanya ada dan tinggal colok kabel LAN saja dan bisa offload render di komputer lab atau menunggu. Lekas saya mandi dan bersiap untuk ke Lab karena terkait masalah ekonomi saya memutuskan untuk upload di lab. Seolah alam tidak ingin saya pergi, hujan pun datang, jas hujan dipinjam. Seolah tidak ingin membuang duit untuk menyewa GrabCar saya memutuskan untuk menunggu dalam gelap.

Perasaan tidak melakukan apa-apa seolah tak berdaya tidak dapat “produktif demi interdependensi manusia” memnpm buat saya berpikir. Apakah manusia disebut berguna ketika dia bekerja untuk orang lain? Apakah manusia menemukan jati dirinya ketika diakui oleh orang lain? Lantas orang lain itu siapa untuk mendefinisikan jati diri kita? Apakah kita dapat menemukan jati diri kita dari kehampaan?

Dari sini perasaan dimana tidak dapat melakukan apa-apa itu sedikit demi sedikit membuat saya teringat dulu. Ketika kewajiban hanyalah untuk diri pribadi, tanggung jawab tidak sebesar dan sedewasa diri ini, belum mempunyai makna untuk berguna bagi sesama, interdependensi.

jadi apakah interdependensimu didefinisikan dari pekerjaan mu? atau dari kehampaan kamu dapat tetap berguna bagi lingkunganmu?

Rasa hampa ini membuat saya bergidik ngeri akan rasanya menuruti kedangingan manusia untuk menunda.

From a quick cheer to a standing ovation, clap to show how much you enjoyed this story.